Jurnal1Jambi.com,- Lembaga Perlindungan Konsumen Nusantara Indonesia (LPKNI) mengeluarkan peringatan keras kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk waspada dalam berbelanja melalui fitur live shopping di media sosial. Seruan ini disampaikan langsung oleh Ketua Umum LPKNI, Kurniadi Hidayat, usai mengungkap temuan mengejutkan dari investigasi yang dilakukan timnya di platform TikTok. Dalam investigasi tersebut, LPKNI menemukan indikasi kuat praktik penipuan berkedok promo besar-besaran yang menyesatkan konsumen.
Kurniadi memaparkan, tim LPKNI melakukan pemesanan sebuah smartphone merek VIVO V40 yang harga aslinya di atas Rp6 juta, namun dijual seharga hanya Rp1,4 juta melalui live TikTok. Transaksi dilakukan secara sadar menggunakan metode bayar di tempat (COD), demi menguji kebenaran klaim penjual. Hasilnya? Produk yang diterima tidak memiliki merek, tidak sesuai spesifikasi, dan sama sekali tidak mencerminkan produk resmi.
“Yang datang memang handphone, tapi tidak ada merek di unit maupun di kotaknya. Tak ada SNI, tak ada buku petunjuk bahasa Indonesia. Ini jelas bukan barang resmi,” ujar Kurniadi dengan nada serius. Fakta ini memperlihatkan bagaimana kemasan promo dapat menjadi alat manipulasi yang menipu nalar konsumen yang mengira mereka sedang mendapatkan “barang murah berkualitas”.

Lebih dalam, LPKNI menilai peredaran barang tanpa identitas legal seperti ini sebagai ancaman nyata bagi negara dan masyarakat. Konsumen tidak hanya dirugikan secara finansial, tetapi juga dibentuk untuk menerima kebohongan sebagai bagian dari praktik belanja online. Dalam konteks yang lebih besar, ini merupakan bentuk pembiaran terhadap penyelundupan barang ilegal yang melemahkan struktur ekonomi dan sistem hukum nasional.
Kurniadi juga mendesak pihak Bea Cukai untuk membongkar jaringan penyelundupan barang tak legal tersebut. Ia menegaskan pentingnya kolaborasi antara institusi negara dalam menangkal praktik-praktik yang bukan hanya merugikan konsumen, tetapi juga merusak ekosistem niaga digital yang seharusnya menjadi lokomotif kemajuan ekonomi bangsa.

Kritik tajam pun dilontarkan kepada Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), yang dinilai belum cukup ketat dalam memverifikasi akun penjual di media sosial. “Komdigi harus mulai bertindak, bukan sekadar mengimbau. Platform harus ikut bertanggung jawab dalam memverifikasi pelaku usaha, agar konsumen tidak terus jadi korban,” tegas Kurniadi. Ia juga meminta Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian untuk tidak berpangku tangan dalam persoalan yang kini berskala nasional ini.
LPKNI menegaskan bahwa jika negara terus membiarkan kekosongan regulasi dan kelemahan pengawasan ini, maka publik akan dibiarkan terombang-ambing dalam iklim transaksi yang tidak aman. Dalam dunia digital yang serba cepat, negara harus lebih cepat lagi bergerak. Sebab jika tidak, maka bukan hanya konsumen yang dirampok haknya, tapi juga martabat negara sebagai pelindung rakyatnya.












