Jurnal1jambi.com,- Thawaf Aly, aktivis tani di Jambi, kini menjalani sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jambi. Ia ditahan bukan karena korupsi, bukan karena kekerasan, tapi karena mendampingi petani mempertahankan lahan mereka di Desa Merbau. Banyak pihak menilai, kasus ini bukan soal hukum semata tapi soal keberpihakan negara terhadap rakyat kecil.

Kasus ini bermula dari sengketa lahan sawit seluas 48 hektare di Desa Merbau. Lahan tersebut selama ini dikelola oleh kelompok tani, namun kemudian diklaim sebagai kawasan hutan oleh perusahaan. Saat mendampingi petani memperjuangkan hak mereka, Thawaf Aly justru dijadikan tersangka pencurian buah sawit. Tuduhan ini memicu kritik luas karena dinilai mengada-ada dan tidak berdasarkan bukti kuat.

Kuasa hukum Thawaf Aly menyebut penetapan tersangka dilakukan tanpa alat bukti yang cukup. Tidak ada saksi yang melihat Thawaf Aly ikut memanen sawit, dan tidak ditemukan hasil curian. Proses penangkapannya juga dinilai melanggar hukum karena dilakukan tanpa menunjukkan surat perintah kepada keluarga atau pengacara. Ini menunjukkan adanya pelanggaran prosedur yang serius.

Menurut tim kuasa hukum, surat perintah penahanan terhadap Thawaf tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Jika status tersangkanya cacat, maka penahanan otomatis tidak sah. Namun, aparat tampak memaksakan proses ini tetap berjalan. Di sinilah publik mulai bertanya-tanya, apakah hukum sedang menegakkan keadilan, atau sekadar mencari pembenaran?

Dua saksi dari kelompok tani, Bahsul Alam dan Rudi Hartono, menegaskan lahan tersebut memang milik kelompok tani dan tidak pernah bersertifikat atas nama perusahaan mana pun. Sementara itu, massa dari berbagai kelompok tani dan jaringan aktivis turun ke jalan, menggelar aksi di depan PN Jambi. Mereka menilai kasus ini bentuk kriminalisasi terhadap pendamping petani dan menuntut Kapolda Jambi untuk melakukan evaluasi terbuka.

Kasus ini mencerminkan persoalan klasik hukum yang tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Aktivis yang seharusnya dilindungi karena memperjuangkan kepentingan masyarakat justru dikriminalisasi. Ini bukan hanya soal satu orang, tapi soal bagaimana negara memperlakukan warganya ketika mereka berani melawan ketidakadilan.

Kuasa hukum meminta agar pengadilan menyatakan penetapan tersangka dan penahanan Thawaf Aly tidak sah. Publik menunggu hasilnya, karena putusan ini bisa jadi penentu arah keadilan ke depan. Jika pendamping petani bisa dipenjara hanya karena membantu rakyat kecil, maka keadilan di negeri ini sedang sakit dan keberpihakan pada rakyat hanyalah slogan kosong. (Agnes)

share this :