Jurnal1jambi.com,- Kota Jambi — Langkah Pemerintah Kota Jambi yang menerbitkan Surat Edaran Nomor 19 Tahun 2025 tentang pengaturan pengisian bahan bakar solar untuk kendaraan roda enam atau lebih menuai sorotan tajam. Ketua Lembaga Perlindungan Konsumen Nusantara Indonesia (LPKNI), Kurniadi Hidayat, menilai kebijakan tersebut berpotensi menciptakan praktik monopoli distribusi serta mengancam asas keadilan bagi masyarakat pengguna bahan bakar di wilayah Kota Jambi.
Dalam surat edaran tersebut, Wali Kota Jambi, Dr. dr. H. Maulana, MKM, membatasi kendaraan roda enam hanya boleh melakukan pengisian solar di tujuh titik Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) tertentu. Kebijakan ini diklaim untuk mengurai kemacetan dan antrean panjang BBM bersubsidi. Namun, menurut Kurniadi, langkah itu justru membuka ruang ketimpangan baru dalam tata kelola energi daerah.
“Dugaan kami, ada indikasi monopoli dan persaingan tidak sehat, karena salah satu dari tujuh SPBU yang diperbolehkan mengisi solar kabarnya milik Wali Kota sendiri,” tegas Kurniadi. Ia menilai, ketika regulasi menyentuh wilayah kepentingan pribadi pejabat publik, maka fungsi negara sebagai pelindung keadilan ekonomi rakyat patut dipertanyakan. Di sini, hukum bukan sekadar teks, tetapi cermin etika kekuasaan.
Kurniadi juga menyebut kebijakan ini ironis, sebab masyarakat Kota Jambi yang tinggal dan beraktivitas di daerahnya sendiri kini justru mengalami kesulitan mengakses SPBU. “Sungguh ironis, warga kota harus meminta izin khusus untuk mengisi solar di kotanya sendiri. Di mana letak keberpihakan terhadap masyarakat?” ujarnya. Ia menilai, pembatasan yang tidak disertai mekanisme transparan hanya akan menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah daerah.
LPKNI menekankan, regulasi energi seharusnya berpijak pada prinsip keadilan distributif dan akses setara, bukan pada pembatasan yang menimbulkan kecurigaan publik. Dalam konteks ini, kebijakan bukan hanya instrumen administrasi, melainkan juga cermin moral politik. Bila transparansi dikorbankan atas nama efisiensi, maka kepercayaan publik akan runtuh pelan tapi pasti.
Kurniadi menyerukan agar Pemerintah Kota Jambi segera membuka data dan kajian teknis yang menjadi dasar pembatasan SPBU tersebut. Ia juga mendesak lembaga pengawas persaingan usaha dan instansi hukum menelusuri potensi konflik kepentingan di balik kebijakan itu.