Jurnal1jambi.com,— Merangin, 18/9/2025 — Dugaan keterlibatan oknum aparat kembali mencuat. Sosok dengan panggilan Acil, yang diduga sebagai anggota Kodim Sarko, disebut-sebut menjadi pemilik sekaligus koordinator distribusi minyak ilegal di wilayah Merangin, Bangko. Informasi ini terungkap dari temuan investigasi lapangan.
Tim investigasi media mendapati sejumlah mobil L300 pickup melintas membawa muatan minyak yang diduga ilegal menuju Desa Sungai Manau, Perentak, dan sekitarnya. Saat dimintai keterangan, seorang sopir mengaku bahwa minyak tersebut milik Acil. “Ya bang, punya Acil,” ungkapnya singkat.
Upaya konfirmasi langsung kepada Acil tidak berjalan mulus. Alih-alih memberi penjelasan, ia justru menanggapi dengan nada tinggi. “Tujuan kau apo, mau minta duit yo?” ujar Acil dengan nada marah yang disertai sikap intimidatif. Respons ini semakin menambah tanda tanya publik mengenai peran dan keterlibatannya.
Sementara itu, Dandim 0420/Sarko, Letkol Inf Yakhya Wisnu Arianto, saat dikonfirmasi via pesan singkat, menyampaikan akan segera menindaklanjuti laporan tersebut. “Ya, nanti saya sampaikan cek ke bawah ya. Terima kasih,” jawabnya singkat. Pernyataan ini menjadi sinyal bahwa dugaan tersebut akan mendapat atensi dari pimpinan.
Secara hukum, praktik ini jelas melanggar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, khususnya Pasal 53 huruf b. Regulasi itu menegaskan bahwa setiap orang yang melakukan pengangkutan tanpa izin usaha dipidana dengan penjara paling lama 4 tahun dan denda maksimal Rp40 miliar. Artinya, setiap alibi non formal tidak bisa menutupi fakta hukum yang tegas.
Lebih jauh, keterlibatan aparat TNI dalam bisnis ilegal juga melanggar Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Pasal 39 ayat (2) menegaskan prajurit TNI dilarang terlibat dalam kegiatan bisnis. Dengan demikian, jika benar terbukti, kasus ini bukan sekadar pelanggaran pidana, tetapi juga pelanggaran disiplin dan etika militer.
Kasus minyak ilegal ini bukan sekadar cerita tentang ekonomi bawah tanah. Ia adalah potret rawannya institusi negara terjebak dalam lingkaran bisnis gelap. Pertanyaannya, beranikah aparat penegak hukum membuka semua simpul dan memastikan hukum benar-benar bekerja, atau lagi-lagi publik hanya disuguhi drama setengah hati?