Jurnal1jambi.com,- Di halaman depan Makodam II/Sriwijaya, Palembang, Sabtu (6/9/2025), suasana haru dan khidmat menyelimuti upacara pelepasan Brigjen TNI Aminton Manurung. Dipimpin langsung oleh Pangdam II/Sriwijaya, Mayjen TNI Ujang Darwis, M.D.A., tradisi militer ini bukan sekadar seremoni, melainkan wujud penghormatan tertinggi atas dedikasi, loyalitas, dan pengabdian panjang seorang perwira tinggi yang telah menunaikan tugas dengan integritas. Di tengah barisan prajurit yang tegap, momen ini menjadi penanda transisi sekaligus pengukuhan nilai-nilai kehormatan dalam tubuh TNI AD.
Tradisi pelepasan di lingkungan Kodam bukan hanya prosesi administratif, tapi sarat makna simbolik dan emosional. Ia menjadi ruang untuk meneguhkan ikatan kekeluargaan, mengukuhkan semangat kebersamaan, dan menyampaikan apresiasi institusional secara terbuka. Bagi prajurit yang diberhentikan dari jabatan, ini adalah pengakuan resmi bahwa jejak kinerjanya telah memberi dampak nyata. Bagi yang tinggal, ini adalah pelajaran tentang kesetiaan, tanggung jawab, dan kehormatan dalam mengemban amanah negara.
Rangkaian acara dibuka dengan prosesi sakral: penciuman Pataka. Brigjen Aminton Manurung, dengan penuh khidmat, mencium panji kehormatan Kodam II/Sriwijaya lambang identitas, martabat, dan kesetiaan satuan. Gestur ini bukan sekadar formalitas, tapi ikrar batin: bahwa meski jabatan berakhir, ikatan batin dengan satuan tak pernah luntur. Di mata para prajurit yang menyaksikan, momen ini adalah pengingat bahwa kehormatan TNI dibangun dari kesetiaan yang tak tergoyahkan.

Dalam sambutannya, Pangdam Ujang Darwis menyampaikan apresiasi mendalam atas kinerja Brigjen Aminton selama menjabat sebagai Kasdam. “Kontribusi Bapak tidak hanya terukur dalam laporan, tapi terasa dalam semangat yang Bapak tanamkan kepada seluruh jajaran,” ujarnya. Pangdam juga menyampaikan harapan agar Brigjen Aminton terus memberikan yang terbaik di penugasan barunya, sembari menegaskan bahwa Kodam II/Sriwijaya akan selalu menjadi rumah bagi para prajurit yang pernah mengabdi di dalamnya.
Sebelum meninggalkan panggung utama, Brigjen Aminton menorehkan kesan dan pesan dalam buku kenangan Kodam. Tulisan tangannya menjadi warisan moral berisi refleksi, nasihat, dan harapan untuk prajurit yang masih bertugas. Buku ini bukan arsip biasa, tapi sumber inspirasi yang kerap dibuka kembali saat semangat mulai redup. Di dalamnya, tersimpan jejak pemikiran seorang pemimpin yang memahami arti pengabdian tanpa pamrih.
Puncak acara adalah prosesi pedang pora formasi kehormatan yang dibentuk oleh para Perwira Pertama, melambangkan penghormatan dari junior kepada senior yang dihormati. Diiringi langkah tegap dan sorot mata penuh hormat, Brigjen Aminton berjalan di antara deretan pedang yang terhunus. Di gerbang Makodam, ia memberi hormat pedang terakhir gestur pamit yang penuh makna: tanda ketaatan, penghormatan, dan janji batin untuk tetap menjaga marwah TNI, di mana pun ia bertugas. Ini bukan akhir, tapi salam hormat terakhir sebelum babak baru dimulai.