Jurnal1jambi.com,- Aktivitas penambangan aspal ilegal di Buton, Sulawesi Tenggara, kembali mencoreng wajah penegakan hukum dan tata kelola sumber daya alam di negeri ini. Di tengah keterbatasan negara dalam mengawasi konsesi tambang, kasus terbaru justru melibatkan wilayah IUP resmi milik BUMN, PT Timah, yang ironisnya tidak mengantongi dokumen RKAB sah untuk tahun 2025. Fakta ini menandakan ada kebocoran sistemik dalam pengawasan dan pemberian izin usaha tambang.
Menurut Askal, Jenderal Persatuan Intelektual Cendekiawan dan Aktivis Sulawesi Tenggara (PICA Sultra), aktivitas tambang tetap berlangsung secara terang-terangan di Pelabuhan Nambo. Dugaan kuat menyebut hasil tambang dijual dengan dokumen palsu milik perusahaan lain, yakni PT Karya Buana Buton. Ini bukan hanya bentuk kriminalitas biasa melainkan sebuah operasi terorganisir, penuh manipulasi administratif, yang seakan mendapatkan karpet merah dari pembiaran aparat.
Nama inisial “US” disebut sebagai aktor sentral dalam jaringan tambang ilegal ini. Operasi ilegalnya berlangsung sistematis di konsesi PT Timah yang sedang tidak aktif secara hukum. PICA Sultra mencurigai adanya upaya legalisasi tambang hasil kejahatan lewat celah hukum dan dokumen perusahaan lain. Pola ini bukan barang baru, namun yang membuatnya genting adalah negara tampak tak hadir di medan ini.
PICA Sultra mendesak Kapolda Sultra agar segera bertindak tegas. Bukan sekadar menghentikan pemuatan aspal ilegal yang masih berlangsung, tetapi juga mengusut tuntas siapa saja yang terlibat dari pemalsu dokumen hingga oknum fasilitator di balik layar. Sebab jika hukum dibiarkan tumpul ke atas, maka kepercayaan publik pada institusi penegak hukum akan runtuh tanpa ampun.
Skandal ini adalah ujian bagi keberpihakan negara. Apakah hukum hanya untuk mereka yang kecil dan lemah? Atau berani naik kelas menghadapi para manipulator tambang yang merugikan keuangan negara dan menghancurkan lingkungan? Jika aparat di daerah ragu melangkah, maka Mabes Polri dan KPK harus turun tangan. Penegakan hukum tidak boleh selektif, apalagi kompromistis.
PICA Sultra menegaskan tidak akan berhenti mengawal kasus ini. “Jika hukum di daerah tumpul, maka kami akan bawa kasus ini ke pusat. Ini bukan sekadar laporan, ini perjuangan menyelamatkan sumber daya alam yang merupakan hak rakyat,” pungkas Askal. Pertarungan ini bukan hanya soal aspal ilegal. Ini pertarungan untuk membuktikan: negara tidak boleh kalah di hadapan kejahatan yang terorganisir.