Jurnal1jambi.com,- Jakarta, 31/8/ 2025 — Di tengah gelombang demonstrasi yang berlangsung sejak 28 Agustus 2025 di berbagai wilayah, Ketua Umum FERADI WPI, Adv. Donny Andretti, menyuarakan sikap tegas: para advokat di bawah naungan organisasinya wajib mendampingi peserta aksi yang kini berhadapan dengan hukum. Tidak menunggu diminta, tetapi turun langsung ke lapangan. Hukum harus hadir, bukan jadi momok.
Sebagai pimpinan FERADI WPI, FERADI Mediatore, PMBI, dan Ikatan Wartawan Jagat Raya Indonesia (KAWAN JARI), Donny memanfaatkan seluruh jaringannya untuk memberikan pendampingan hukum cuma-cuma (pro bono). Dalam video berdurasi 1 menit 43 detik yang dirilis pada Minggu (31/8/2025), ia menginstruksikan DPP, DPD, dan DPC untuk bergerak aktif memberikan bantuan hukum kepada peserta demo yang sedang diamankan, diperiksa, atau ditahan oleh aparat kepolisian di berbagai tingkat.
Instruksi itu bukan sekadar pesan moral, tapi berdiri kokoh di atas landasan hukum positif. Pasal 22 ayat (1) UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat mewajibkan bantuan hukum cuma-cuma bagi pencari keadilan yang tidak mampu. Ditambah lagi, PP Nomor 83 Tahun 2008 dan UU Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum menegaskan bahwa kewajiban ini tidak bisa dinegosiasikan. Dalam sistem hukum yang sehat, pendampingan hukum bukan hak istimewa tapi hak dasar warga negara.
Donny menegaskan bahwa langkah ini tidak dilandasi agenda politik, melainkan sepenuhnya berdasarkan prinsip kemanusiaan dan keadilan konstitusional. “Kami tidak sedang bermain di ranah politik praktis. Ini panggilan profesi,” ujarnya. Ia menolak mentolerir praktik pembiaran terhadap warga sipil yang hak-haknya dikebiri saat menjalankan hak berekspresi yang sah di mata konstitusi.
Koordinasi pusat akan dilakukan langsung olehnya mulai 2 September 2025 di Jakarta, usai menghadiri sidang di PN Ungaran sehari sebelumnya. Ia memastikan FERADI WPI akan memimpin konsolidasi nasional untuk memastikan setiap peserta aksi yang bersinggungan dengan hukum mendapatkan perlindungan advokat secara langsung. “Tidak ada ruang netral dalam membela keadilan. Jika kita diam, kita ikut bersalah,” tegasnya.
Instruksi ini sekaligus kritik terhadap kelambanan respons lembaga-lembaga formal yang semestinya menjadi pelindung hak sipil. Donny mengajak seluruh advokat dan paralegal di bawah struktur FERADI WPI agar tidak menunggu laporan, tetapi jemput bola. Aksi hukum harus dibarengi dengan empati dan ketulusan, bukan sekadar kalkulasi reputasi profesional.
Dengan langkah ini, FERADI WPI menunjukkan bahwa organisasi advokat tidak boleh hanya menjadi menara gading intelektual, melainkan garda depan keadilan sosial. Ketika ruang demokrasi diuji, ketika rakyat menyuarakan nurani dan dihadapkan pada tembok hukum, para advokat harus berdiri di sisi mereka bukan di balik meja yang steril dari realita.